PENGORBANAN?

Perasaan ini terlalu rumit jika hanya diungkapkan melalui frasa-frasa kata
Perasaan ini bahkan Einsten sekalipun takkan mampu merumuskannya
Perasaan ini begitu nyata namu berada dibilik rumus ketidakpastian
Hati ini adalah tempatmu berpulang bukan untuk sekedar singgah
****
10 Oktober 2012
            Senja hari ini kembali mebuat Dira mengingat kenangan-kenangan indahnya, kenangan indah yang telah Ia lewati kuranglebih delapan tahun dengan Ramon. Yahh..delapan tahun mereka bersama taka ada yang tahu mereka bisa bertahan selama itu, bahkan sekuat apapun orang-orang memisahkan mereka, sekuat itu pula mereka bertahan ,layaknya karang yang dihempas ombak. Meski merekapun pada akhir masanya akan berakhir seperti karang terkikis, termakan ombak yang tak pernah pantang menerjang.
            Sejumput memori berkelebat diotak Dira, seulas senyum bermekaran dari bibirnya ketika kenangan itu kembali hadir menyita waktu yang ia miliki…
****
10 Oktober 2002
            “Ahh..Dila lama banget sih!”Dira menggerutu.Sendiri. Saat ini Ia sedang menunggu saudara kembarnya yang sejak tadi pergi ketoilet. Semua orang dibandara telah menatapnya denga tatapan bingung.Ia tidak peduli.
Nadira Fahrezee Yafuzen, seorang gadis tomboy yang sangat sangat cuek, ia tak pernah memperhatikan atau bahkan mendengar apapun yang orang katakan padanya entah itu celaan atau bahkan pujian sekalipun. Ia tak peduli dan tak mau tahu. Bebeda seratus delapan puluh derajat dengan Nadilah Fahzera Yafuzan, gadis yang sangat-sangat feminim ini adalah kembar edentik dari Dira, jika melihat sikap dan watak mereka takkan ada yang tahu jika mereka terlahir dari satu keluarga yang sama bahkan untuk berfikir seperti itupun mungkin tidak.
            “Dir.. heii” Teriak Dila dengan senyum tak tertahankan setelah melihat kembarannya yang satu itu sedang duduk dikursi dengan mengangkat sebelah kakinya.
            “Lama amat sih kamu, capek tau nungguinnya, ngapain aja sih ditoilet?”Celetuk DIra saat melihat Dila
            “perbaikin make-up dong tadi bedak gue agak luntur..”
            “bla.. bla..blaa.. segala hal tentang perempuan yang nggak pernah bisa gue ngerti apapun alasannya penampilan harus segitu pentingnya yah? gue seumur hidup aja nggak pernah nikmatin terlahir jadi cewek, yang harus inilah itulah beginilah begitulah….”Potong Dira.. namun..
Brukkk..
            “Aww… punya matakan?Liat-liat dong kalo mau nabrak!”Cerocos Dira tanpa melihat siapa yang telah menabraknya. Seorang cowok berkecamata, Dasi rapi, kerak terkacing , sepatu mengkilap, dan rambut yang tersisir rapi. Jelas bukan tipe Dira, terlalu memperhatikan penampilan dan orang ini terlihat …. Perfeksionis.
            “Maaf saya terlambat, ada yang perlu saya ganti?Berapa?” terlihat pria itu mengeluarkan dompetnya.“Saya tidak bisa berlama-lama, jika tidak penting saya akan pergi sekarang, dan jika ini kurang. Hubungi saya, ini kartu nama saya..”
            “what the…..”Aliran darah Dira mencapai ubun-ubun.“Lo fikir gue apaan? Bayar? Sok kaya banget lu! Cuihh..tampang anak mami gitu sok lu, gue nggak butuh uang. Bahkan gue bisa beli otak lo yang nggak bisa mikir”
            “Maksud anda?Disini saya bersikap baik. Anda jangan macam-macam..”
            “Maaf yah..mas kakak saya ini memang emosian, lagi capek juga. Baru abis take off tadi, saya Dila ini kakak saya Dira” Sambung Dila yang langsung menjabat tangan pria yang kini berada dihadapan mereka.Tanpa persetujuan empunya tangan.
Terlihat pria yang kini dihadapan mereka sedang memperbaiki kacamatanya. “Kalian..”sambil menunjuk keduanya bergantian “Twin ?”
            Dan hari itu berakhir dengan mereka bertiga berbincang menatap senja.Setelah beberapa kegiatan pria yang ternyata bernama Ramon itu diCancel.Ramon dan Dila cepat akrab, bahkan sepertinya Dila mulai menyimpan rasa pada Ramon, entah sebaliknya.
****
Dira kembali tertawa miris, hari itu tepat 10 tahun yang lalu Ia tak pernah berfikir akan bertemu dengan Ramon. Apakah ini yang namanya takdir?Hari itu, seakan seluruh isi bumi bersekongkol mempertemukan mereka.Meski Dira saat itu tidak memiliki rasa apapun pada Ramon bahkan untuk berfikir untuk bisa menjadi satu-satunya wanita yang dicintai Ramon pun tidak.Ia bukannya takut bermimpi, tapi, Ramon dan Dila saat itu …
****
Tiga bulan setelah pertemuan mereka…
            “Dirr..Ramon nembak gue, gue terima gak yah?”
            “Terserah lo lah, kok nanyanya sama gue” Jawab Dira Cuek tetap focus dengan buku bacaan yang kini Ia genngam.
            “Ya Udah gue terima aja deh…”
            “Terserah lo aja”
            “Dir.. emang elo nggak punya perasaan apa-apa sama Ramon?”
            “Nggak lah, nggak doyan gue sama tipe gituan”
            “Maksud lo?”
            “Cowok metropolitan, penyembah kesempurnaan.Ah ennek gue.”
            “elo.. masih doyan cowok kan Dir?”
            “Anjritt lo!”
Setelah itu mereka tertawa bersama, tertawa lepas.Meski Dila tidak sadar ada derai air mata penyesalan dimata Dira yang menetes tak tertahankan.
****
Hari itu..
            Segalanya telah berubah di hidup Dira, Ia tak lagi memiliki kembar, Dila bunuh diri setahun  lalu akibat mengetahui bahwa ternyata Ramon, pria yang selama ini ia puja ternyata tak mencintainya, tapi mencintai saudaranya.Dira tentu saja siapa lagi.Dila mengetahui semuanya entah bagaimana Dirapun tak tahu semuanya seolah berjalan sangat cepat.Hingga Ramon menyatakan cintanya dan Dira mengatakan “Iya”.
            Segalanya tampak hitam dimata Dira.Keluarga tak ada yang menyetujui hubungan mereka bahkan Tuhanpun tidak mereka berdua berbeda agama. Ramon memeluk Hindu dan Ia memeluk Katolik. Menagpa cinta selalu dipisahkan oleh hal-hal yang sangat tidak Ia pahami?Apa hanya karena tempat ibadah yang berbeda mereka harus saling berpaling? Ereka hanya sekedar jatuh cinta sedosa itu kah?.
            Dira sempat mengutuk Dirinya sendiri Dila digelapkan oleh cintanya pada Ramon.Ia merasa bersalah tak lagi bisa bernafas dengan tenang, pancaran wajah Dila yang selalu Ia lihat melewati cermin. Ia kini mencoba menghadirkan Dila dalam dirinya. Memakai aksesoris seperti Dila, memakai Rok seperti Dila, bahkan menjadi heboh seperti Dila . Meski lebih sulit dari yang Ia pikirkan. Ia bukanlah sosok yang terlahir ceria dan peduli akan bedak, lipgloss, eye shadow yang memudar dan lainnya.
            Sagalanya seperti senja dimata Dira.Ia kini tak bisa hidup tanpa Ramon tidak detik depan, detik selanjutnya menit selanjutnya bahkan sepersekian detik. Bahkan membayangkannyapun tidak mampu.
10 Januari 2004
            “Dir aku udah suka sama kamu bahkan waktu di Airport , aku fist sight sama kamu, mungkin ini yang orang bilang cinta pada pandangan pertama”
            “Tapi, Mon, kamu..Dila kan pacarann?” Ada sesak saat Dira mengatakan hal itu, entah  apa Ramon menyadarinya atau tidak.
            “Itu karena aku kira, kamu nggak suka sama aku DIr, I just..ahh!.. Aku Cuma mencari baying-banyang kamu dari sosok Dila. Aku nggak pernah bisa mencintai Dila seperti Aku mencintai kamu Dir”
            “Teris? Sekarang kamu udah tau semuanyakan?Apa lagi?”
            “Just be my girl “
            “Backstreet? Dari Dila? No! Dia itu saudar aku satu-satunya, aku nggak akan ngecewain dia apapun yang terjadi” Saat Dira mengatakan itu, dibalik tembok ada sesosok bayangan yang menyunggingkan senyum, bahagia.
            “Sampai kapan kamu mau ngalah Dir! Aku cinta sama kamu, bukan sama Dila. Bahkan jika ada seribu Dila aku pasti hanya akan memilih kamu”
            “Cinta tak selamanya harus saling memiliki , Ramon. Aku jatuh cinta, bukan berati harus kumiliki.Seperti melihat barang yang kusuka di sebuah toko, sesuka apapun aku.Aku belum tentu bisa memilikinya” Mendengar itu bayangan dibalik tembok kembali tersenyum.Lalu pergi.Ia .Dila. Telah mengikuti Dira dan Ramon sejak tiga jam  yang lalu. Merasa puas dengan apa yang telah Dira jawab. Ia tau saudara kembarnya takkan menghianatinya. Dila tahu, Dira pasti tau bahwa Ia sangat mencintai Ramon. Meski Dila tak tahu, Cinta Dira terhadap Ramon jauh lebih besar dari dirinya.
            “pliss Dir..”
            “Maaf Mon, Aku nggak bisa. Mungkin nggak hari ini”
            “Aku ngerti. Maaf udah ngenyianyiain waktu kamu”
            “Nggak Ramon, Aku senang kamu ngungkapin semuanya. Meski sedikit terlambat”
Drtt…drttt..
Handphone Ramon bergetar.Sebuah pesan singkat. Dari Dila
From : Dila
Aku tahu apa yang kamu lakuin sekarang. Ramon. Aku akan buat hati aku adalah jalan pulang buat kamu bukan hanya sekedar persinggahan. Apapun yang kamu lakukan sekarang, aku harap kamu nggak berhasil.Cinta itu rumit Ramon.Ia membutuhkan satu tumbal agar ada dua manusia yang bahagia jangan sepelekan itu.
****
Dirangat semuanya, Apakah Dila tahu tumbal itu bukanlah Dira atau bahkan Ramon.Dila nmemutuskan menjadi tumbal demi kebahagiaan Dira dan Ramon.Bunuh diri. Dila telah mengikhlaskan Ramon, Namun tetap tak bisa hidup melihat satusatunya orang yang ia sayangi malah hidup bersama saudaranya sendiri. Cinta membutakannya.Ia lebih memilih mati. Air mata kembali menetes dipipi Dira. Andai saja Dila masih hidup ia tak akan merasa kesepian seperti ini, Akan ada yang mengoceh panjang tentang segala hal tentang perempuan. Dunia perempuan. Dunia yang dulu tak tersentuh oleh Diira, Dunia yang coba ia masuki setelah mennggalnya Dila, Dunia yang kini ia huni. Sendiri.
            Ramon, orang yang menyatakan cointanya kembali kepada Dira.Jauh sebelum Dila meninggal.Pergi menyusul Dila.Sebegitu tidak setujukah engkau Tuhan?Aku hanya jatuh cinta.Semuanya tampak seperti Senja dimata Dira. Terang menyilaukan Namun tak akan bertahan lama. Mau tidak mau. Gelap akan segera dating menghampirinya.

TAMAT
           
0 Responses